Bangker dan Goa Jepang di Kelurahan Gotong Royong Bandar Lampung Jadi Sarang Ular
Di dalam bangker dan goa Jepang di Kelurahan Gotong Royong Bandar Lampung ternyata banyak ular.
Penulis: Kiki Novilia | Editor: Adya Rosyada Yonas
TRIBUNLAMPUNGWIKI.COM, BANDAR LAMPUNG - Berusia hampir satu abad, bangunan-bangunan peninggalan Jepang di kelurahan Gotong Royong tampak masih kokoh.
Dibuat dari beton tempo dulu, kerangkanya masih kuat dan tidak banyak perubahan berarti selain dari ulah manusia.
Sedikitnya diketahui ada lima buah bungker yang ada di kelurahan Gotong Royong Bandar Lampung.
Ada yang terletak di area SMAN 2 Bandar Lampung, di depan SMPN 25, di depan dan belakang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung.
"Kita juga nggak tahu pasti tahun kapan dibangunnya, tapi yang pasti udah ada sejak zaman Jepang," kata salah satu tetua setempat sekaligus mantan ketua RT Burhanuddin Adam (64).
Bungker tersebut terbuat dari beton dan dahulu digunakan para tentara Jepang untuk berlindung dari serangan musuh.
"Bentuknya persegi dan ada yang besar dan kecil," ujarnya.

Ia mengatakan, bungker yang besar ukurannya sekitar 4 x 4, sedangkan yang kecil hanya 3 x 4.
Bangunannya yang timbul di atas tanah, membuatnya mudah diidentifikasi oleh warga sekitar.
Mereka tidak perlu melakukan penggalian untuk menemukan bungker tersebut.
Berdasarkan pernyataan Burhannudin, beberapa bungker kini dialihfungsikan sebagai septic tank, tempat pembuangan sampah dan sebagian lagi dicor dengan semen hingga tidak dapat dimasuki kembali.
"Ada sih yang bisa di masukkin, di belakang dinas pendidikan, tapi itu semak-semak tinggi, takut jadi sarang ular," ujarnya.
Tepat di samping bungker yang ada di depan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bandar Lampung, terdapat sebuah peninggalan Jepang lainnya yakni goa.
Jika dilihat dari jauh, mulut goa tersebut memang sudah tidak dapat dikenali.
Permukaannya rata dengan tanah dan di atasnya dijadikan warung oleh warga setempat.
Saksi sejarah yang masih hidup Burhanuddin mengatakan, goa tersebut juga digunakan sebagai berlindung tentara Jepang.
Sedangkan setelah zaman kemerdekaan hingga sekitar tahun 1980an masih digunakan sebagai tempat bermain anak-anak.
"Namanya anak-anak, jadi penasaran gimana kondisi di dalam goa," katanya.

Berbekal tekat dan rasa penasaran tersebut, Burhanuddin kecil bersama teman-temannya akhirnya masuk ke dalam goa.
Sepanjang perjalanan, Burhanuddin mengaku nafasnya sesak karena kondisi di dalam goa yang pengap dan minim oksigen.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!